Senin, 18 Juli 2011

Kau Telanjang di Hadapanku dan Aku Terpaku

Hujan di luar begitu derasnya, suara halilintar bersahutan dan hawa dingin menyeruak ke dalam ruangan. Aku duduk di ruang tamu menunggu pujaan hati datang menghampiriku. Ku tatap sekeliling ruangan, terlihat foto tergantung menghiasi dinding yang berwarna cream itu. Terpampang foto kekasihku yang tersenyum, oh ..... sungguh cantiknya.
“Maaf ya kak agak lama menunggu”, terucap dari bibir yang fotonya tergantung di dinding  itu. Aku sedikit kaget, ku perbaiki posisi dudukku dan ku tatap wajahnya sambil berujar “kamu cantik sekali hari ini”. “Ah biasa aja kali”, begitu jawabannya sambil tersipu-sipu.
Pembicaraan berjalan dengan serunya, ada tawa, ada canda dan tak terasa kami saling berpandangan. Entah apa yang dia pikirkan tapi dalam pikiranku aku paling beruntung mendapatkannya. Tak kuasa tangan ini memeluknya, ku kecup keningnya dan tak terduga tangannya menyambar pipiku dan dikulumnya bibirku dengan nafsunya. Aku menghindar, ku dorong posisi dudukku menjauhinya dan aku berkata, “sudahlah sayang, aku tidak ingin terlalu jauh dalam berbuat, bukan aku munafik tapi sabarlah toh minggu depan kita akan menikah”.
Gadisku berpindah posisi duduk dan dia pun mulai menangis, “kakak tidak sayang aku, aku tahu kakak hanya kasihan kepadaku setelah kakak tahu keperawananku tercabik oleh pemerkosa sialan itu”. Tangisannya menggema di dalam ruangan membuat aku bingung apa yang harus aku lakukan. “Tapi bukan cara seperti ini sayang, aku ingin di malam pernikahan barulah kita tumpahkan rasa yang terpendam ini”,  kataku sambil mencoba mendekatinya. “Kesucianku telah hilang kak, apa bedanya minggu depan dengan sekarang. Aku kasihan terhadap kakak, ini bukti cintaku padamu”, sambil berucap dia lepaskan kancing bajunya satu persatu hingga tersembul buah dadanya yang menggoda.
Aku terdiam dan menatap gadisku yang sudah tanpa busana. “Arghhh......sudah hentikan semua ini sayang, pakailah pakaianmu, aku tidak peduli masa lalumu, aku tidak ingin mematri dosa di rumahmu ini”, ucapku dengan nafas agak tertahan. Gadisku menunduk dan aku beranjak dari tempat dudukku, “berpakaianlah.... aku ke kamar mandi dulu ya sayang, membasuh muka menghilangkan kegalauan ini”, aku katakan kepadanya dan diapun mengangguk tanda mengerti.
Dalam kamar mandi ku tatap wajahku di cermin, terlihat pucat pasi tanpa darah mengalir, ku buka kran di wastafel dan  ku basuh mukaku. Aku benturkan kepala ini pada dinding kamar mandi, ada penyesalan dan pikiran lain yang berkecamuk. Di sudut kamar mandi itu ku lihat sepotong sabun berwarna merah, ku buka sleting celanaku dan kuhayalkan kejadian tadi menjadi kenyataan hingga aku terlemas dalam imajinasi semuku.
Aku bergegas keluar dari kamar mandi, ku lihat gadisku sudah berpakaian dan dia pun berkata, “maaf kan aku kak, aku lakukan tadi karena aku sayang kakak dan aku tidak ingin ditinggal kakak”. “ya sayang .... aku maklumi itu, aku pamit pulang dulu”, aku katakan kepadanya. Dia raih tangan kananku dan dikecup tanganku, aku lambaikan tangan dan kakiku bergegas keluar rumah itu. Dalam perjalanan diringi rintikan air hujan, aku urai rangkaian peristiwa itu, aku tidak mengerti mengapa kejadian itu bisa terjadi dan yang lebih membingungkan lagi aku tidak memahami apa yang telah aku lakukan.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar