Di pagi yang cerah ditemani secangkir teh pahit hangat, ku duduk di teras rumah memandang langit. Teriring awan yang masih menutupi sang surya yang enggan beranjak dari lelapnya. Penat di otak ini mulai mencair seiring beban kehidupan yang ku alami mengalami perubahan. Satu per satu masalah dapat ku selesaikan hingga senyum merekahku dapat menghiasi pagi ini.
Terlintas sketsa kehidupanku, bagaimana perselingkuhanku dengan pembantuku hingga akhirnya terjadilah peperangan Baratayudha antara aku dengan isteriku. Itulah awal kesalahanku, untunglah isteriku masih memaafkanku walaupun untuk mendapatkan satu kata maaf aku harus dentumkan beribu-ribu kata rayuan.
Tak lama setelah kejadian itu, kembali keutuhan keluargaku diuji. Kali ini ku dapatkan isteriku selingkuh dengan sopir pribadiku. Sebuah kekecewaan yang pedih walaupun sebenarnya aku turut menikmati rengkuhan cinta sopirku. Merajut keluarga utuh yang tidak mungkin terjadi hingga akhirnya kami berpisah baik-baik. Isteriku pergi ke kampungnya dengan membawa tiga malaikat kecilku. Kabarnya dia di sana menikah dengan mantan pacarnya yang sudah sukses. Sedangkan si sopir sialan itu….katanya sih jadi gigolo profesional.
Bagaimana dengan aku ?……. Aku dengan terpaksa menikah siri dengan pembantuku. Dia membawa juga seorang anak perempuan yang berusia sekitar 16 tahun dari pernikahan dengan suaminya yang dulu. Anak tiri ku ini cukup bongsor tidak sebanding dengan usianya, wajahnya cantik ala gadis desa dan bila tersenyum terlihat lesung pipinya. Ku serumput teh hangat yang sudah lama teronggok di atas meja dan tiba-tiba kudengar suara anak tiriku. Dia menghampiriku sambil lari tergopoh-gopoh dan berujar ”papa….papa….aku sudah dua bulan telat ………….!”. Teh yang baru ku minum tumpah dan aku hanya bisa berkata ” …….HAH……”.
Tiga tahun harus ku jalani hidup di jeruji besi yang selalu membisu bila aku maki-maki. Di sana aku dijadikan bahan lampiasan nafsu seks mereka yang terpendam. Sebuah neraka dunia telah diciptakan untukku. Aku tertawa, mereka tertawa dan Tuhan pun tertawa.
.
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar