Butir air mata ini menetes tanpa ku perintahkan
Deras membasahi batu nisan yang baru saja terpasang
Gundukan tanah merah masih segar aromanya
kekasih hati tenggelam bersamanya
Penyesalan yang ku ucapkan sia-sia
Tangisan yang dilontarkan hanya menepis angin
Sang kekasih diam tanpa ekspresi
Alam menjadi saksi atas kekuasaan-Nya
Kecelakaan menjadi biang semuanya
Sumpah serapah tak sanggup membangkitkannya
Roh terpisah dari raga ketika empat roda melintasi
Hanya hamparan doa mengiringi pergi
Kekasih pergi meninggalkan duka
Sebulan lalu terlena dalam mabuknya cinta
Hingga sang darah bulanan berani untuk tidak datang lagi
Aku bimbang, dia memaksa dan tanggung jawab menunggu jawaban
Kepiluan tak terpendam hingga tubuh melemas
Gurat wajahku menyatakan penyesalan
Duka dan tangisan menyatu dalam samar-samar kegembiraan
inikah jawaban dari tanggung jawab yang ditunggu itu ?
“Terima kasih Tuhan”
.
.
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar